Sabtu, 11 Januari 2014

PERJALANAN HIDUP, My Doctor


Kalaulah ku tau mendapatkan Gelar Doktor itu sesulit ini, maka takkan kumulai dari semula. Tak sadar waktu 4 tahun 10 bulan telah berlalu, kalaulah tak selesai dalam waktu 2 bulan lagi maka akupun di-DO-kan.

Saat itu Januari 2008 ada peluang melanjutkan kuliah tingkat Doktoral di Universitas Brawijaya yg bekerjasama dg Pasca Sarjana Universitas Riau. Ada keinginan kuat untuk menjalani proses pembelajaran ini dg serius. Mulailah saat itu membaca brosur dan mengajukan izin Belajar pada Pak Bupati Arwin AS melalui pak Sekda Almarhum Adli Malik. Aku mengajak Bang Syafrilenti untuk ikut serta,  Alhamdulillah kami diizinkan. Terima kasih Pak Arwin.

Perjalanan kuliah berjalan lancar dan penuh tantangan. Tiap hari Sabtu pagi sudah nyetir sendiri menuju Pekanbaru untuk kuliah di Kampus Panam. Bayangkan ini berlangsung tiap sabtu minggu selama dua semester.

Tiap kuliah aku tak pernah duduk di belakang, hampir dapat dipastikan deretan paling depan. Buka laptop tua (Acer stylus pembelian tahun 2005) dan rekam proses kuliah agar nanti dapat diulang dengar saat joging sore atau pagi. Kuliah ini harus serius karena bagian dari proses pembelajaran utk kualitas diri, ini bukan formalitas. Kita tidak sama dg orang pekanbaru yg rumahnya sejengkal dari kampus, perjalanan Kami 120 km dari rumah, itupun nyetir sendiri, resiko perjalanan, meninggalkan anak istri, biaya yang tak sedikit tiap minggu.

Oleh karena itu, kuliah ini harus duduk serius dan gali ilmu dari dosen yg mengajar. Karena pengorbanan yg ada sudah terlalu besar kalau akhirnya hanya main2 di Pekanbaru.

Saat semester 2 kami sudah dianjurkan memperbincangkan Proposal yg akan diteliti. Saat itu saya udah siap dengan proposal yg berisi Bab I, sementara teman2 lain masih memperbincangkan. Tp apa hendak dikata, nasib menentukan lain, rupanya termasuk lambat dalam penyelesaiannya.

Kami seangkatan berjumlah 19 orang, sekarang tinggal 17 orang lagi krn yang 2 orang sudah tak berminat melanjutkan. Baru 6 orang yg sudah selesai, yaitu PaK M Ramli ka Bappeda, Mas Sabarno Kabid du bappeda, Bu Fatmawati, Bu Yusni Maulida Dosen Pasca UR dan Pak Emrizal Pakis Asisten 2, dan aku yg ke 6. Masih ada 11 orang lagi yg sedang berjuang. Semoga saja mereka dapat cepat selesai, di tengah sempitnya waktu. Terpaksalah mereka mengambil masa langkau 6 bulan utk mempersiapkan segala sesuatunya.

Teori 2 semester dilalui dg tantangan tanpa begitu terasa, namun pengajuan Proposal dan konsultasi Desertasi itu yg sangat menguras tenaga, biaya dan waktu. Maklumlah, mengunjungi Pembimbing di Pekanbaru dan Malang bukan pekerjaan yg gampang. Seni berkomunikasi dituntut di sini, membangun network dengan teman2 juga sangat mempengaruhi. Namun yg sangat penting adalah philosofi memanusiakan manusia, Sabar dan tetap sabar. Kalau kita pandai tp jangan menggurui, kalau kita tajam tp jangan melukai, kalau kita laju tp jangan mendahului. Namanya juga DOCTOR OF PHILOSOPHY.

Ada 9 tahap penyelesaian Desertasi. Mulai dari proposal, prelium 1, prelium 2, komisi lapangan, komisi hasil, seminar hasil, kelayakan, ujian terbuka, dan  komisi pengesahan. Dan ditambah dg syarat kolokium yg diikuti oleh kawan2 komunitas S3 di UB.  Hampir 3 semester rasannya waktu terbuang percuma. Semangatku yang membara utk menyelesaikan desertasi, tiba2 menghujam turun hanya gara2 bekal methodologiku yg tidak matang. Perdebatan dua pembimbing yg mempermasalahkan methode kuantitatif atau kualitatif menyebabkan aku tak berdaya dan sulit menentukan pilihan. Konsultasi berjalan tak efektif krn jarak dan kualitas konsultasi yg kurang intensif. Ini memacu aku utk belajar methodologi dg lebih serius.

Bersyukur pada Pak Bupati Syamsuar dan wakil Bupati Alfedri serta  Sekda saat itu Pak Amzar yg mengizinkan di sela2 pelaksanaan tugas sehari2 dapat memanfaatkan waktu konsultasi ke Malang. Terimakasih Pak.

Profesorku Maryunani suatu saat berpesan, jangan hanya berhenti pada Gelar Doktor ini saja, nikmati proses kehidupan ini dg cara kritiki permasalahan sesuai bidang yg didalami. Kebetulan aku menguasai Teori Transfer Fiscal, Agent - Principle Theory (Assymetric Information), Social Capital dan Pembangunan Partisipatif. Hendaknya menyumbangkan pikiran sesuai bidang yg ditekuni, jangan komentari bidang yg tidak kita dalami. Insyaallah Prof.

Tak terhitung rasanya pengorbanan yg telah dilalui. Orang mungkin menyangka uang didapat dengan mudah utk biaya ini. Mereka tidak tau betapa sulitnya menjual tanah utk biaya ini semua, walau akhirnya beberapa teman bersedia meminjamkan sejumlah uang, dan juga meminjam dengan Bank setempat.

Suatu saat istriku sempat bertanya : "Apakah gelar Doktor akan menaikkan pangkat?".
"Tidak", jawabku.
"Apakah akan menaikkan jumlah gaji?". "Tidak juga", tambahku.
"Apakah akan menyebabkan naik Jabatan?", tambah istriku.
"Tidak sama sekali", jawabku lagi.
"Lalu untuk apa sekolah payah2 menghabiskan harta yg ada?"
Aku terdiam terhenyak mengingat itu semua. Tapi aku ini degil, keras hati dan sedikit keras kepala. Aku yakin proses pembelajaran ini banyak gunanya suatu hari.

Saat ini pun proses sekolah ini blom berakhir. Tulisan ini iseng2 dibuat di penerbangan panjang menuju Malang. Beberapa hari lalu ditugaskan Bupati ke Manado menghadiri Seminar Nasional II APKASI APEKSI. Dengan izin Bupati aku menuju Malang, transit di Makasar dan Bali. Pukul 05 wita dari hotel dan saat ini pk 10.42 wita masih di pesawat nuju Denpasar. Insyaallah pk 15 Wita sampai di Malang. Lalu menghubungi Dosen utk konsultasi perbaikan saat Ujian terbuka tgl 22 Desember 2013 lalu.. Mohon doa yaa.. hidup ini dinamis dan tak boleh berhenti berfikir dan menikmatinya.

Masih 4 kali lagi ke Malang. Perbaikan, Komisi Pengesahan, Penandatangan Ijazah dan Wisuda. Bayangkan berapa banyak dana dan waktu yg disisihkan untuk menjalani sisa studi ini. Namun Insyaallah bisa, sabar dan nikmati proses ini. Maafkan Ayahmu ini, maafkan suamimu yg terkadang keras hati, walau kadang lembut juga.. hehe.

Di udara atas Pulau Dewata, 12 Januari 2014. By Ohm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar